Join The Community

Jumat, 03 Desember 2010

Kisah Lee Myung Bak

Photobucket
Jika Anda sering mendengarkan filosofi “Success is My Right”, yakni  sukses adalah hak milik siapa saja, barangkali kisah yang dialami  presiden terpilih Korea Selatan ini mampu menjadi contoh nyata. Lee  Myung-bak yang baru saja memenangkan pemilu di Korea ternyata punya masa  lalu yang sangat penuh derita. Namun, dengan keyakinan dan  perjuangannya, ia membuktikan, bahwa siapa pun memang berhak untuk  sukses. Dan bahkan, menjadi orang nomor satu di sebuah negara maju  layaknya Korea Selatan.

Coba bayangkan fakta yang dialami oleh Lee pada masa kecilnya ini.  Jika sarapan, ia hanya makan ampas gandum. Makan siangnya, karena tak  punya uang, ia mengganjal perutnya dengan minum air. Saat makan malam,  ia kembali harus memakan ampas gandum. Dan, untuk ampas itu pun, ia tak  membelinya. Keluarganya mendapatkan ampas itu dari hasil penyulingan  minuman keras. Ibaratnya, masa kecil Lee ia harus memakan sampah.

Terlahir di Osaka, Jepang, pada 1941, saat orangtuanya menjadi buruh  tani di Jepang, ia kemudian besar di sebuah kota kecil, Pohang, Korea.  Kemudian, saat remaja, Lee menjadi pengasong makanan murahan dan es krim  untuk membantu keluarga. “Tak terpikir bisa bawa makan siang untuk di  sekolah,”sebut Lee dalam otobiografinya yang berjudul “There is No  Myth,” yang diterbitkan kali pertama pada 1995.
Namun, meski sangat miskin, Lee punya tekad kuat untuk menempuh  pendidikan tinggi. Karena itu, ia belajar keras demi memperoleh beasiswa  agar bisa meneruskan sekolah SMA. Kemudian, pada akhir 1959,  keluarganya pindah ke ibukota, Seoul, untuk mencari penghidupan lebih  baik. Namun, nasib orangtuanya tetap terpuruk, menjadi penjual sayur di  jalanan. Saat itu, Lee mulai lepas dari orangtua, dan bekerja menjadi  buruh bangunan. “Mimpi saya saat itu adalah menjadi pegawai,” kisahnya  dalam otobiografinya.
Lepas SMA, karena prestasinya bagus, Lee berhasil diterima di  perguruan tinggi terkenal, Korea University. Untuk biayanya, ia bekerja  sebagai tukang sapu jalan. Saat kuliah inilah, bisa dikatakan sebagai  awal mula titik balik kehidupannya. Ia mulai berkenalan dengan politik.  Lee terpilih menjadi anggota dewan mahasiswa, dan telibat dalam aksi  demo antipemerintah. Karena ulahnya ini ia kena hukuman penjara  percobaan pada 1964.

Vonis hukuman ini nyaris membuatnya tak bisa diterima sebagai pegawai  Hyundai Group. Sebab, pihak Hyundai kuatir, pemerintah akan marah jika  Lee diterima di perusahaan itu. Namun, karena tekadnya, Lee lantas putar  otak. Ia kemudian membuat surat ke kantor kepresidenan. Isi surat  bernada sangat memelas, yang intinya berharap pemerintah jangan  menghancurkan masa depannya. Isi surat itu menyentuh hati sekretaris  presiden, sehingga ia memerintahkan Hyundai untuk menerima Lee sebagai  pegawai.
Di perusahaan inilah, ia mampu menunjukkan bakatnya. Ia bahkan  kemudian mendapat julukan “buldozer”, karena dianggap selalu bisa  membereskan semua masalah, sesulit apapun. Salah satunya karyanya yang  fenomonal adalah mempreteli habis sebuah buldozer, untuk mempelajari  cara kerja mesin itu. Di kemudian hari, Hyundai memang berhasil  memproduksi buldozer.

Kemampuan Lee mengundang kagum pendiri Hyundai, Chung Ju-yung. Berkat  rekomendasi pimpinannya itu, prestasi Lee terus melesat. Ia langsung  bisa menduduki posisi tertinggi di divisi konstruksi, meski baru bekerja  selama 10 tahun. Dan, di divisi inilah, pada periode 1970-1980 menjadi  mesin uang Hyundai karena Korea Selatan tengah mengalami booming ekonomi  sehingga pembangunan fisik sangat marak.

Setelah 30 tahun di Hyundai, Lee mulai masuk ke ranah politik dengan  masuk jadi anggota dewan pada tahun 1992. Kemudian, pada tahun 2002, ia  terpilih menjadi Wali Kota Seoul. Dan kini, tahun 2007, Lee yang masa  kecilnya sangat miskin itu, telah jadi orang nomor satu di Korea  Selatan. Sebuah pembuktian, bahwa dengan perjuangan dan keyakinan,  setiap orang memang berhak untuk sukses.

Keberhasilan hidup Lee, mulai dari kemelaratan yang luar biasa hingga  menjadi orang nomor satu di Korea Selatan, adalah contoh nyata betapa  tiap orang bisa merubah nasibnya. Jika orang yang sangat miskin saja  bisa sukses, bagaimana dengan kita? Mulailah dengan keyakinan,  perjuangan, dan kerja keras, maka jalan sukses akan terbuka bagi  siapapun.

0 komentar:

Posting Komentar